Indonesia adalah negara yang disatukan dalam satu bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, seberapa jauh jarak antar setiap anak negeri ini mereka memiliki ikatan tersendiri sebagai bangsa yang satu, begitu juga aku.
-
Aku terlahir di sebuah pojok salah satu pulau di Indonesia, Borneo namanya, Kalimantan Orang menyebutnya, saya merasakan bagaimana perjuangan Anak Bangsa pasca kemerdekaan, meredeka secara tatanan berbangsa tapi sebenarnya hidup yang dilalui diatas tanah ini masih harus terus diperjuangkan.
-
Karena sekarang, masih banyak kepala-kepala penjajah, pengeruk keuntungan untuk pribadi melalu jabatan, melalui uang. Memeras kaum yang lemah hingga tulang tak lagi mampu menopang daging dan kulit, hingga keringat telah mengering dan akhirnya tercekik oleh pusaran tuntutan kehidupan yang semakin kesini semakin menjerat.
-
Bagaimana bisa jika rakyat anak negeri ini berdiri di tanah sendiri tapi terasa seperti berdiri ditanah asing, berton-ton emas dikeruk dibawa ke luar negeri, sedangkan anak negeri diseberang kolam emas itu tak berpakaian.
-
Bagaimana bisa jika anak negeri yang mempunyai laut yang luas harus berhadapan dengan jeruji, antara memilih mati dilautan atau didaratan yang tak bisa lagi memberikan peluang untuk memenuhi kebutuhan, dimana nilai hasil laut harus tergerus dengan hasil-hasil dari kapal-kapal asing.
Bagaimana bisa Padi yang ditanam, rumput yang dipanen, menanam ditanah sendiri tapi beras tanah orang yang dinikmati, kemana beras kami?, harganya tak sebanding dengan perjuangan menanam, menunggu hingga padi itu menguning kemudian memanen, mereka tak mengerti dari sebulir Padi yang dipanen ada pengorban waktu, uang dan tenaga, hingga kemudian segala kemungkinan kegagalan menuai hasil penanaman menghadang didepan mata, tanpa ada dispensasi
dari kepedulian para pemimpin negeri.
-
Aku merasakan bagaimana perjuangan sebagai petani, sebagai anak petani, asaku menempuh pendidikan lebih tinggi bukan hanya sekedar untuk gengsi atau mencari keuntungan pribadi.
Hanya saja aku sekarang mencari jalan untuk pulang, mengubah dan membuat perubahan yang lebih besar, Ilmu hanya sekedar tulisan aksara dalam buku, kemudian disampaikan dalam ruang kelas 4x5 meter, namun bagaimana kita menerapkan setiap bait tulisan ilmu pengetahuan dala segi kehidupan.
Bangsa ini jika tak ada yang peduli lagi maka bersiaplah kita terhapus dari peta dunia, mari kita ganti mereka-meraka yang ubannya telah memutih tapi masih gila akan jabatan, mari perjuangkan asa rakyat Indonesia, asa itu masih ada, masih bisa diperjuangkan.
-
Tinggal bagaimana kita memulai tanpa berharap mengakhiri hingga kemudian pemilik tanah (Sang Khalik) yang menentukan kapan semua ini berakhir.
Asa itu masih ada, anak cucu masih menanti, mereka tak akan sadar bagaimana perjuangan kita sekarang, sebagaimana kita takan sadar bagaimana perjuangan bapak-bapak bangsa yang rela mengorbankan nyawa untuk kemerdekaan Negara Indonesia.
-
Jangan biarkan bangsa ini makin terpuruk oleh orang-orang yang sekedar memunuhkan perut sendiri, memenuhkan kocek dan dompet, tanpa peduli bagaimana takala selembar kertas bertambah dalam dompetnya, sepiring nasi dalam perutnya mengorbankan keringat, darah bahkan tidak segan nyawa.
Indonesa Butuh Pengorbanan Anak pertiwinya, sudah saatnya yang berpena dan berbuku angkat pena dan bukunya, yang bebaju lengan panjang melipat baju lengannya, bersama saling bahu membahu membangun negeri ini, menopang negeri yang perlahan mulai rapuh karena ulah manusia tak beradab dan berakhlak.
-
Mulailah dengan apa yang ada di depanmu, apa yang ada di atasmu dan apa yang ada di samping dan belakangmu,mulai dengan caramu, dan mulailah dari sekarang, tanpa kata "anu".
-
-
(Anggun Arianto, SE)
Ketua Pemuda Mujahidin Kalimantan Barat.
Eks.Wakil Presiden Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNTAN.
Eks.Ketua Remaja Mujahidin KalBar
Eks.Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Desa.
Admin Anak Rantau Batu Ampar.
0 comments:
Post a Comment