Wednesday, October 19, 2016

KompasTravel bersama tim WWF Indonesia mengunjungi Desa Padang Tikar, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya

KOMPAS.com - Transportasi di Pulau Kalimantan lebih didominasi menggunakan jalur sungai ketimbang jalan raya. Sungainya lebar dan perahu atau speedboat selalu tersedia.

Selasa (12/4/2016), KompasTravel bersama tim WWF Indonesia mengunjungi Desa Padang Tikar, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat untuk membuka pameran foto Program Panda Click! yang diadakan di desa tersebut.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANADuta WWF Indonesia Davina Veronica (tengah) menanam bakau di Pantai Tasik Maya, Desa Padang Tikar, Kecamatan Batu Ampar, Kubu Raya, Kalimantan Barat, Rabu (13/4/2016).


Setelah satu jam lewat jalan darat dari Bandara Supadio di Pontianak, akhirnya kami tiba di Desa Rasau Jaya. Speedboat sudah menunggu di dermaga.

Nakhoda speedboat, Kustoyo telah siap menanti. Moda transportasi sungai itu pun dimasuki penumpang. "Siap? Kita berangkat," kata Kustoyo yang berasal dari Tulungagung, Jawa Timur, itu.


Speedboat berpenumpang maksimal 15 orang yang disewa Rp 2 juta (pp) itu perlahan-lahan meninggalkan dermaga, menyusuri perkampungan di pinggir anak sungai hingga mencapai Sungai Kapuas.

Memasuki sungai yang lebar, kecepatan boat langsung digeber membelah air sungai yang berwarna cokelat tersebut. Sementara awan hitam di langit sepertinya siap menjatuhkan air hujan ke bumi.

Mata Kustoyo tetap waspada melihat sekeliling sungai. "Untuk melihat kayu. Biasanya kayu selalu melintang di tengah sungai. Harus waspada," ujarnya.

Semakin melaju ke tengah, mendung kian tebal. Kustoyo dengan sigap menutup speedboat bagian depan dengan terpal mengantisipasi hujan turun. Benar saja, selesai menutup terpal, hujan pun jatuh dari langit.

Padangan Kustoyo tetap fokus ke depan. Ketika berpapasan dengan speedboat yang datang dari depan, tangan Kustoyo dengan cekatan menggeser kemudi ke arah kanan untuk menghindari gelombang yang ditimbulkan speedboat yang berpapasan.

Meskipun menghindar ke kanan, guncangan ombak tetap kami rasakan. Namun Kustoyo tetap konsisten dengan kecepatan dan menerobos gelombang tersebut. Penumpang yang terlihat tertidur lelap sedikit kaget dan terpaksa membuka matanya akibat guncangan gelombang itu.

Bagi Kustoyo, mengemudikan speedboat merupakan tugas rutin mengantar penumpang dari Rasau Jaya menuju Padang Tikar. "Butuh 200 liter premium pulang-pergi," katanya.

Sekitar 2 jam menyusuri Sungai Kapuas, speedboat  memasuki Desa Padang Tikar. Kecepatan diturunkan karena memasuki perkampungan. "Di sini airnya dangkal, harus hati-hati," kata Kustoyo.

Dermaga di Padang Tikar tak ubahnya dermaga di Rasau Jaya. Begitu sederhana. Bermodalkan kayu, namun kokoh.

Panas terik siang itu menyambut kami saat tiba di Desa Padang Tikar. Bagi yang tak biasa menggunakan speedboat harus hati-hati saat menginjakkan kaki ke dermaga kayu. Namun tak perlu khawatir, Kustoyo dan kawan-kawan dengan cekatan membantu penumpang menjejakkan kaki di dermaga tersebut.

WWF Indonesia sengaja memilih desa ini untuk memamerkan hasil foto warga Batu Ampar sekaligus menanam bakau di Pantai Tasik Maya bersama duta WWF Indonesia Davina Veronica.

Batu Ampar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kubu Raya. Di Desa Padang Tikar, listrik mulai mengalir ke rumah-rumah penduduk pukul 18.00 sampai pukul 06.00 keesokan harinya. Kecuali Sabtu-Minggu listrik mengalir 24 jam.

Jangan berharap menemukan air bersih untuk mandi. Sebagian besar air tanah berwarna kemerah-merahan. Tak heran warga memilih menampung air hujan untuk mandi.


Kendala ini setidaknya menjadi catatan bagi Kecamatan Batu Ampar jika ingin memajukan daerah ini sebagai destinasi wisata.


Sebenarnya Batu Ampar menyimpan potensi wisata. Wisatawan bisa menemukan pesut (Orcaella brevirostris) dan bekantan (Nasalis larvatus) di daerah ini. 

Camat Batu Ampar Supriyadi menginginkan Pantai Tasik Maya layak dijadikan destinasi wisata dan didatangi pelancong. Hutan bakau di kawasan ini potensial "dijual" kepada wisatawan.


Dia menginginkan kawasan hutan bakau di Batu Ampar seperti hutan bakau di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. "Wisatawan bisa menyusuri hutan bakau, menyusuri pantai dan berjalan ke dalam hutan bakau," katanya.Menurut Supriyadi, ide melestarikan lingkungan di Batu Ampar sejalan dengan ide yang dimiliki WWF Indonesia.

Oleh karena itu, dia mengajak masyarakat dan pelajar melestarikan lingkungan dengan menanam bakau. "Yang penting pemeliharaan selanjutnya. Jangan cuma asal tanam saja," tambah Camat Batu Ampar.

0 comments:

Post a Comment